Lampung Traveller

Menara Siger, Identitas Arsitektural Budaya agar Landmark tak Melulu Tentang Penanda Batas

 

Menara Siger, Identitas Arsitektural Budaya agar Landmark tak Melulu Tentang Penanda Batas

Menara Siger menjadi sebuah penanda, bahwa arsitektur bukan hanya mampu menerjemahkan sebuah proses kebudayaan masyarakat, tapi juga berkontribusi untuk pariwisata Provinsi Lampung. Dari titik nol kilometer Pulau Sumatera itu pula, Menara Siger menjadi landmark Lampung yang tak hanya mengundang wisatawan, tapi juga geliat investasi baru di sektor properti dan pariwisata

 

Dari perairan Selat Sunda yang tenang, bangunan Menara Siger yang di dominasi warna kuning keemasan itu, terlihat paling mencolok diantara hijaunya gugusan bukit di sisi barat Pelabuhan Bakauheni.

Menara unik berbentuk mahkota perempuan Lampung itu, menjadi sebuah landmark budaya yang ikonik.

Banyak makna-makna simbolis yang dihadirkan di Menara Siger, mulai dari tujuh siger (sudut lancip yang menjulang ke atas) di bangunan utama, yang menjadi simbol tujuh gunung di Lampung yang menjadi cikal bakal masyarakat Lampung.

Kemudian, sembilan siger yang menjadi perlambang sembilan bahasa asli masyarakat Lampung. Dan, tiga payung berwarna putih, kuning dan merah sebagai pemaknaan tatanan sosial yang berlaku di masyarakat Lampung, hingga makna-makna filosofis yang mencerminkan sebuah kosmologi kebudayaan dan identitas masyarakat Lampung.

“Menara Siger adalah sebuah kosmologi kebudayaan Lampung. Menara Siger bukanlah monumen tentang lampau, tapi tentang masa depan Lampung dari banyak sudut pandang, dengan kebudayaan sebagai pijakannya,” kata Ir.Hi. Anshori Djausal M.T, perancang dan arsitek Menara Siger.

Dari Menara Siger yang menjadi Titik Nol Pulau Sumatera pula, Anshori Djauzal seolah ingin menyampaikan pesan idealnya sebuah arsitektur yang harus mampu menjadi refresentasi budaya untuk dikenalkan kepada khalayak dalam definisi yang lebih luas, yakni; pariwisata.

Dibangun di atas ketinggian 110 meter di atas permukaan laut, Menara Siger menjadi sebuah gagasan akan pentingnya sebuah landmark yang tak melulu dalam bentuk gapura sebagai penanda batas wilayah, tapi juga menjadi sebuah destinasi.

Dalam fase itu, Anshori Djausal kemudian berusaha menerjemahkan konsep pelestarian kebudayaan melalui struktur dan arsitektur tapi juga punya nilai pikat untuk wisatawan.

Untuk mewujudkan struktur ruang dan daya tahannya, Anshori Djausal menggunakan teknik ferrocement pada seluruh bangunan, termasuk pada struktur bangunan yang membentuk siger. Dengan teknik ferrocement ini, menara mampu menahan kuatnya terpaan angin laut serta kemungkinan guncangan akibat gempa.

Di tiap lantainya, berbagai simbol-simbol adat masyarakat Lampung, dihadirkan dalam bentuk replika, misalnya saja Pohon Ara yang menjadi perlambang kehidupan hingga perahu Jung sebagai sarana transportasi utama masyarakat Lampung.

Secara khusus, Anshori Djausal juga menyisipkan pesan akan keberadaan Menara Siger, tak hanya sekedar dimaknai sebagai identitas arsitektural kebudayaan yang cenderung monumental.

“Menara Siger diibaratkan seperti gadis Lampung yang menunggu dipinang oleh semua sektor, utamanya adalah pariwisata dan investasi untuk kemajuan Lampung,” kata Anshori Djausal.

Menara Siger, Identitas Arsitektural Budaya agar Landmark tak Melulu Tentang Penanda Batas


Menari Siger Menjelma Menjadi Destinasi Wisata Baru

Sejak diresmikan tahun 2008 lalu, Menara Siger menjadi sebuah destinasi wisata baru. Setiap hari, menara setinggi 32 meter itu, dikunjungi ribuan wisatawan dari dalam dan luar negeri.

Wisatawan yang berkunjung, tak hanya bisa menikmati keindahan alam tapi juga mengagumi khasanah kebudayaan masyarakat Lampung dalam struktur arsitektural dalam wujud menara.

Jumlah kunjungan wisatawannya, berdasarkan data Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Lampung terus menunjukkan tren peningkatan yang signifikan.

“Salah satu keunggulan dari Menara Siger adalah letaknya yang strategis, karena berada dekat dengan akses Jalan Tol Trans Sumatera serta Pelabuhan Bakauheni sehingga bisa di akses oleh banyak wisatawan dari Pulau Jawa, maupun wisatawan mancanegara,” kata Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Lampung, Bobby Irawan.

Dari Menara Siger, Prospek Investasi dan Pariwisata Terus Bertumbuh

Menara Siger tak hanya berhasil menjadi sebuah karya arsitektural budaya yang mengundang minat wisatawan untuk berkunjung, tapi juga menarik minat investasi di sektor properti yang terus bertumbuh di kawasan Menara Siger.

Bahkan, potensi di kawasan Menara Siger ini pula yang membuat Menteri BUMN, Erick Thohir secara resmi menandai pembangunan Bakauheni Harbour City (BHC) sebagai proyek strategis nasional sejak tahun 2022 lalu.

Saat ini, sebagai kawasan wisata terintegrasi, di Menara Siger juga berdiri Masjid Raya Bakauheni, Siger Market dan Krakatau Park. Dan, saat ini Pembangunan Skywalk, Pathway hingga Creative Hub masih terus berlangsung.

Menteri BUMN, Erick Thohir ketika meninjau pembangunan Bakauheni Harbour City beberapa waktu lalu, sangat optimis dengan pengembangan kawasan ini, karena didukung oleh ketersediaan transportasi yang efektif menggerakan sektor pariwisata.

“Aksesibilitasnya sudah tersedia lengkap, dan itu menjadi syarat penting dalam pengembangan sebuah ikon pariwisata baru,” kata Erick Thohir.

Direktur ASDP, Ira Puspadewi juga meyakini kawasan pariwisata terintegrasi Bakauheni Harbour City akan diminati oleh wisatawan, apalagi jika melihat jumlah data penyeberangan untuk lintasan Pelabuhan Merak – Bakauheni yang tercatat sebanyak 20,7 juta penumpang setiap tahunnya.

“Ada potensi besar di kawasan ini, khususnya di sektor pariwisata,” kata Ira Puspadewi.

Melihat pesatnya pertumbuhan pembangunan di kawasan Bakauheni itu pula, mimpi Anshori Djausal seolah menjadi kenyataan, Menara Siger yang dulu ia ibaratkan seperti gadis Lampung itu, kini telah berhasil dipinang oleh investor dan wisatawan.

“Dari Menara Siger ini, kita belajar bahwa karya-karya arsitektural tak hanya tentang struktur bangunan saja, tapi juga hadir sebagai karya seni budaya yang memiliki nilai untuk banyak sektor, termasuk pariwisata,” kata Anshori Djausal.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama